Total Tayangan Halaman

Minggu, 15 Desember 2013

MAKALAH NASIKH MANSUKH

MAKALAH
NASIKH MANSUKH
Disusun untuk memenuhi tugas :
Mata kuliah                  : Ulumul Qur’an
Dosen pengampu         : Nurul Haq Lc, M.Ag.
Disusun oleh       :
1.    Hasan Basri       : 2031112014
2.    M. Munshorif   : 2031112012
3.    M. Fakhri          : 2031112022


JURUSAN USHULUDDIN PRODI TAFSIR HADITS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
2013
DAFTAR ISI




BAB I
Al-Quran merupakan sumber pedoman hidup seluruh manusia khususnya umat Islam. Dalam mempelajari isi Al-Quran kita dihadapkan dengan segala disiplin ilmu-ilmu penunjang dalam mengkaji ataupun ingin mengetahui keindahan yang terdapat didalamnya. Ulumul Quran adalah salah satu ilmu penunjang atau bahkan bisa dikatakan wajib untuk kita pelajari dalam nantinya kita akan menafsirkan dan mengkaji isi Al-Quran.
Dalam ilmu ini banyak membahas tentang sejarah Al-Quran yaitu diantaranya pengumpulan dan penyalinan, nuzulul qur’an, membahas asbab an-Nuzul ayat, munasabah, Mukjizat Al-Quran, Nasikh Mansukh dan lain sebagainya.
Dengan uraian diatas maka kelompok kami ditugaskan untuk sedikit mempresentasikan dengan tema judul “ NASIKH MANSUKH ”.
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini,antara lain :
1.      Bagaimana pengertian nasikh mansukh dan bedanya dari takhshish?
2.      Bagaimana syarat-syarat nasakh?
3.      Bagaimana perbedaan pendapat Ulama’ tentang nasakh dalam Al-Quran?
4.      Bagaimana urgensi mempelajari nasakh dalam mempelajari Al-Quran?

Adapun tujuan penulisan makalah ini,yakni untuk :
1.      Mengetahui pengertian nasikh mansukh dan bedanya dari takhshish.
2.      Mengetahui syarat-syarat nasakh.
3.      Mengetahui perbedaan pendapat Ulama’ tentang nasakh dalam Al-Quran.
4.      Mengetahui urgensi mempelajari nasakh dalm mempelajari Al-Quran.
Ada beberapa metode yang dilakukan dalam penyusunan makalah ini, diantaranya sebagai berikut :
1.      Metode pustaka
Data yang telah diperoleh dari buku-buku dan artikel-artikel dari internet yang isinya sesuai dengan tema makalah ini diolah untuk menjadi susunan makalah yang benar.
2.      Metode diskusi
Melalui data atau bahan yang telah diperoleh dari beberapa sumber, kemudian diolah dan disusun menjadi sebuah makalah yang sesuai dengan tema.






BAB II
النسخ في اللغة
- يردالنسخ بمعنى الازالة, ومنه قوله:فينسخ الله ما يلقى الشيطان ثم يحكم الله , ايا ته ( سورة الحج:الاية 52)
- وبمعنى التبديل, ومنه : واذا بدّلنا اية مكان اية ( سورة النحل:الايه 101
- وبمعنى التحويل , كتنا سخ المواريث . بمعنى تحويل الميراث من واحد الى واحد.
- وبمعنى النقل من موضع الى موضع, ومنه: نسخت الكتاب , اذا نقلت ما فيه حاكيا اللفظه وخطّه.[1]
Nasikh menurut pandangan etimologi yaitu:
·         Mempunyai arti al-izaalah (menghilangkan), seperti contoh dalam surat Al-Hajj ayat 52, yang artinya : “Allah akan menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, kemudian Allah menguatkan ayat-ayatnya .........”.
·         Mempunyai arti al-tabdiil (mengganti), seperti contoh dalam surat An-Nahl ayat 101, yang artinya : “Dan apabila kami meletakkan suatu ayat ditempat ayat yang lain sebagai penggantinya ........ “.
·         Mempunyai arti at-tahwiil (merubah), seperti menjadi berubahnya hukum-hukum yang berkenaan dengan warisan yang berarti berubah atau bisa juga berpindah hukum warisan dari satu orang kepada yang lainnya.
·         Mempunyai arti al-naqlu (memindahkan) sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Seperti contoh : نسخت الكتاب , saya memindahkan kitab, berarti yang dikehendaki disini adalah meniadakan kitab secara menyeluruh baik itu lafadz-lafadznya maupun tulisanya.
* وامامرادالنسخ فى الشرع : هورفع الحكم الشرعي بدليل شرعي متاخر فقوله ( حكم شرعي) يخرج الحكم العقلي, وهو البراءة الاصلية, فان رفعها با بتداء ايجاب العبادة فى الشرعي بدلّ على خلاف حكم العقل من براءة الذمّة ولا يسمى نسخا , وقوله (( بدليل شرعي )) يخرج ما ارتفع من الاحكام الشرعيّة بالموت ’ فلا يكون نسخا بل هو سقوط تكليف. والدليل الشرعي قد يشمل السنة فضلا عن الكتاب.[2]
            Sedangkan nasikh menurut terminologi (istilah syara’) adalah : mengangkat, mencabut hukum-hukum syariat dengan dalil-dalil syariat yang baru.
            Yang dimaksud hukmu syar’i disini adalah selain hukum ‘aqli yang mana hukum ‘aqli itu sendiri adalah merupakan al-baraatu al-ashliyah yaitu sudah terlepas/ terbatas dari keasliannya.
            Dan yang dikehendaki dari daliilun syar’iyyun adalah selain hukum-hukum syariat yang menjadi terhapus karena sebab kematian, seperti contoh gugurnya beban hukum pada seseorang dikarenakan orang tersebut meninggal, gila, atau lupa. Maka hal seperti itu tidak dinamakan nasakh. Dan dalil syar’i didalamnya juga memuat sunnah.
            Adapun istilah nasikh dalam masyakat sering dikaitkan dengan menghilangkan atau menghapus suatu hukum syariah yang datang terlebih dahulu dengan hukum baru yang datang kemudian.  Sedangkan mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapus.
1- النسخ لايكون الا متاخرا عن المنسخ. والتخصيص يصح اتصاله بالمخصوص ويصح تراخيه عنه.
2- الدليل فى النسخ لا يكون الا خطا با. والتخصيص قد يقع بقول وفعل وقياس وغير ذلك.
3- نسخ الشيئ لا يجوز الابما هو مثله فى القوة اوبما هو اقوى منه فى الرتبة والتخصيص جا ئز بما هو دون المخصوص فى الرتبة.[3]
4- النسخ لايكون الا بالكتاب والسنة, بخلا ف التخصيص فانه يكون بهما وبغريهما كدليل الحس والعقل.
5- النسخ لايكون الا بدليل متراخ عن المنسوخ, امّا التخصيص فيكون بالسا بق واللاحق والمقارن.
6- النسخ لايقع فى الاخبار, بخلا ف التخصيص فانه يكون فى الاخبار وفى غيرها.[4]
a)      Adanya nasikh datang di akhir setelah mansukh, artinya mansukh terlebih dahulu ada (ayat yang di nasakh) kemudian baru ayat yang menasakh/ menghapus (hukum).
b)      Dalil didalam nasakh itu ada pada suatu pembicaraan (dalam hal ini tentang hukum) sedangkan takhshish terkadang ada pada perkataan, perbuatan, qiyas dan lain sebagainya.
c)      Didalam menasakh suatu (hukum), perkara yang dinasakh itu sama-saam kuat atau bahkan lebih kuat dari yang dinasakh dalam derajat/ tingkatan. Sedangkan takhshish boleh mentakhshish suatu perkara yang lebih rendah/ derajatnya di bawah perkara yang ditakhshish.
d)     Nasakh berlaku pada kitab (Al-Quran) dan As-Sunnah. Berbeda takhshish selain pada kitab (Al-Quran) dan As-Sunnah juga bisa pada hal lainnya seperti dalil dengan meyakini dan akal.
e)      Adanya nasakh dengan dalil yang jauh dari mansukhnya. Sedangkan takhshish dengan perkara yang mendahului (sudah ada sebelumnya), dengan perkara yang datang setelahnya dan atau perkara yang ada secara berbarengan/ bersamaan.
f)       Nasakh tidak ada pada khobar, berita. Berbeda dengan takhshish bisa pada khobar atau selainnya.
Adapun syarat-syarat nasakh diantaranya :
- ان يكون المنسوخ حكما شرعيا.
- ان يكون دليل رفع الحكم دليلا شرعيا.
- ان لا يكون خطاب المرفوء حكمه مقيّدا بوقت معيّا ن
- ان يكون بين ذينك الدليلين تعارض حقيقى.[5]
-          Mansukh (ayat yang dinasakh) berupa hukum syari’at.
-          Dalil yang menghapus hukum merupakan dalil syari’at.
-          Hukum yang dinaskh tidak terikat dengan waktu tertentu.
-          Dua dalil tersebut saling bertentangan secara hakiki.

Ada dua golongan yang berbeda pendapat baik dari kalangan mutaqadimin maupun muta’akhirin, mengenai nasikh wal mansukh dalam Al-Qur’an:
1.      Golongan yang membenarkan adanya nasikh wal mansukh dalam al-qur’an yang dipelopori oleh Asy-Syafi’i. An-Nahhas, As-Suyyuti, dan Asy-Syaukani. Mereka membenarkan berdasarkan firman Allah:
مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?” (Qs. Al-baqoroh 2: 106)
2.      Golongan kedua adalah kelompok ulama yang menyatakan bahwa dalam Al-Qur’an tidak ada nasikh wal mansukh yang dipelopori oleh Abu Muslim Al-Ashfhani, Al-Fakhrurozi, dan Syaikh Muhammad Abduh. Menurut Al-Asfihani, tak seorangpun dapat atau berhak mengubah firman Allah. Kita wajib beriman bahwa diantara Al-qur’an tidak ada pembatalan (Naskh) karena semua ayat sudah tetap (muhkam) dan wajib diamalkan.
Adapun orang yahudi yang menolak ajaran islam dengan dalil tuhan tidak munkin membatalkan ketetapan-ketetapan yang sudah baku dan termaktub dalam taurat, dibuktikan atas kekeliruannya dalam kitab ibnu katsir menyatakan bahwa tidak ada alasan yang menunjukan kemustahilan tentang nasikh wal mansukh atau pembatalan dalam hukum-hukum Allah karena dia menetapkan hukum sesuai dengan kehendak-Nya dan melakukan apa saja yang diinginkan.
a)      Nasikh atau penghapusan tanpa ganti, seperti perintah dalam bermunajad kepada Rosulullah SAW.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) ãLäêøyf»tR tAqߧ9$# (#qãBÏds)sù tû÷üt/ ôytƒ óOä31uqøgwU Zps%y|¹ 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ö/ä3©9 ãygôÛr&ur 4 bÎ*sù óO©9 (#rßÅgrB ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊËÈ 
12. Hai orang-orang beriman, apabila kamu Mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
 Hukum ini dinaskhkan dengan
÷Läêø)xÿô©r&uä br& (#qãBÏds)è? tû÷üt/ ôytƒ óOä31uqøgwU ;M»s%y|¹ 4 øŒÎ*sù óOs9 (#qè=yèøÿs? z>$s?ur ª!$# öNä3øn=tæ (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèÏÛr&ur ©!$# ¼ã&s!qßuur 4 ª!$#ur 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÌÈ  
13. Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum Mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

b)       Penghapusan dengan memberikan ganti yang lebih baik, seperti diperbolehkannya bersetubuh dimalam bulan ramadhan
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ  
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Dinaskhkan dengan ayat
¨@Ïmé& öNà6s9 s's#øs9 ÏQ$uŠÅ_Á9$# ß]sù§9$# 4n<Î) öNä3ͬ!$|¡ÎS 4 £`èd Ó¨$t6Ï9 öNä3©9 öNçFRr&ur Ó¨$t6Ï9 £`ßg©9 3 zNÎ=tæ ª!$# öNà6¯Rr& óOçGYä. šcqçR$tFøƒrB öNà6|¡àÿRr& z>$tGsù öNä3øn=tæ $xÿtãur öNä3Ytã ( z`»t«ø9$$sù £`èdrçŽÅ³»t/ (#qäótFö/$#ur $tB |=tFŸ2 ª!$# öNä3s9 4 (#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝøsƒø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsƒø:$# ÏŠuqóF{$# z`ÏB ̍ôfxÿø9$# ( ¢OèO (#qJÏ?r& tP$uÅ_Á9$# n<Î) È@øŠ©9$# 4 Ÿwur  ÆèdrçŽÅ³»t7è? óOçFRr&ur tbqàÿÅ3»tã Îû ÏÉf»|¡yJø9$# 3 y7ù=Ï? ߊrßãn «!$# Ÿxsù $ydqç/tø)s? 3 y7Ï9ºxx. ÚúÎiüt6ムª!$# ¾ÏmÏG»tƒ#uä Ĩ$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 šcqà)­Gtƒ ÇÊÑÐÈ  
187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.

c)      Penghapusan dengan ganti yang sama, seperti penghapusan arah kiblat dari masjidil aqsha ke ka’bah masjidil haram
ôs% 3ttR |==s)s? y7Îgô_ur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ( y7¨YuŠÏj9uqãYn=sù \'s#ö7Ï% $yg9|Êös? 4 ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# 4 ß]øŠymur $tB óOçFZä. (#q9uqsù öNä3ydqã_ãr ¼çntôÜx© 3 ¨bÎ)ur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# tbqßJn=÷èus9 çm¯Rr& ,ysø9$# `ÏB öNÎgÎn/§ 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÍÍÈ  
144. sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.

d)     Penghapusan dengan ganti yang lebih berat, seperti hukum rajam bagi pezina laki-laki dan perempuan sebagai ganti hukuman penahanan di rumah.
ÓÉL»©9$#ur šúüÏ?ù'tƒ spt±Ås»xÿø9$# `ÏB öNà6ͬ!$|¡ÎpS (#rßÎhô±tFó$$sù £`ÎgøŠn=tã Zpyèt/ör& öNà6ZÏiB ( bÎ*sù (#rßÍky­  Æèdqä3Å¡øBr'sù Îû ÏNqãç6ø9$# 4Ó®Lym £`ßg8©ùuqtFtƒ ßNöqyJø9$# ÷rr& Ÿ@yèøgs ª!$# £`çlm; WxÎ6y ÇÊÎÈ  
15. dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.
Dinaskhkan dengan ayat
èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( Ÿwur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u Îû ÈûïÏŠ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ( ôpkôuŠø9ur $yJåku5#xtã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ  
2. perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.[6]
Adapun urgensi dlam ilmu ini yaitu :
a.       Mengetahui Ilmu Nasikh Mansukh adalah tertmasuk kewajiban yang penting bagi orang-orang yang memperdalam ilmu-ilmu syari’at. Karena seorang pembahas syari’at tidak akan dapat memetik hukum dari dalil-dalil naskh (hadits), tanpa mengetahui dalil-dalil nash yang sudah di nasakh dan dalil-dalil yang menasakhnya.
b.      Memahami khitob hadits menurut arti yang tersurat adalah mudah dan tidak banyak mengorbankan waktu. Akan tetapi yang menimbulkan kesukaran adalah mengistimbatkan hukum dari dalil-dalil nash (hadits) yang tidak jelas penunjukanya. Diantara jalan untuk mentahqiq (mempositipkan) ketersembunyian arti yang tidak tersurat ialah dengan mengetahui mana hadits yang terdahulu dan mana pula hadits yang terkemudian dan lain sebagainya dari segi makna.
Ilmu nasikh mansukh ini bermanfaat untuk pengamalan hadits, Apabila ada dua hadits maqbul (Diterima) yang tanaaqud (bertentangan) yang tidak dapat dikompromikan atau dijama" (di kumpulkan). Apabila dapat di kompromikan,hanya sampai pada tingkat Mukhtalif Al-hadits,maka kedua hadits tersebut dapat diamalkan. Namun jika tidak bisa dijama" (Di kompromikan), maka hadits maqbul yang tanaaqud tadi di nasakh.















BAB III

Nasikh dalam masyakat sering dikaitkan dengan menghilangkan atau menghapus suatu hukum syariah yang datang terlebih dahulu dengan hukum baru yang datang kemudian.  Sedangkan mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapus.
Adapun syarat untuk menasikhkan adalah :
-          Mansukh (ayat yang dinasakh) berupa hukum syari’at.
-          Dalil yang menghapus hukum merupakan dalil syari’at.
-          Hukum yang dinaskh tidak terikat dengan waktu tertentu.
-          Dua dalil tersebut saling bertentangan secara hakiki.
Dalam masalah nasikh dan mansukh ulama memiliki pebedaan pendapat dari Golongan yang membenarkan dipelopori oleh Asy-Syafi’i. An-Nahhas, As-Suyyuti, dan Asy-Syaukani. Golongan yang menentang dipelopori oleh Abu Muslim Al-Ashfhani, Al-Fakhrurozi, dan Syaikh Muhammad Abduh.
Macam-macam nasikh memiliki maksud penghapusan tanpa ada ganti, diganti dengan yang lebih baik, diganti dengan perkara yang sebanding, dan diganti dengan hal yang lebih berat.
Dan pentingnya mempelajari nasikh wal mansukh yaitu untuk memperdalam kajian keilmuan syariat, mengistimbatkan hukum dari dalil-dalil nash (hadits) yang tidak jelas penunjukanya dirubah ke dalam hukum yang sebenarnya.




Anwar, Rosihon. 2012. Ulum Al-Qur’an. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Jazairi, Syech Tohir Al. t.t. At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an. Beirut: Daar Mahrusah.
Qothon, Manna’ Al. t.t. Manbahits Fi Ulumil Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah.
Syafi’i, Djalaludin As-Suyuthi Al. t.t. Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an. Kairo: Muassasah As-saqafiyah.
Zarqoni, Muhammad Abdul Adhim. t.t. Manahilul Irfan. Beirut: Daar al-Fikr.



[1] Jalaludin As-Suyuthi As-Syafi’i, al itqon fi ulumil Quran, juz 3, Muassasah al-kutub al-tsaqofiyah, hal.55
[2] Dr. Kamil Musa, Dr. Ali Dahruj, Al-tibyaan Fi Ulumil Quran, Al-Mahrusah, Beirut hal.183
[3] Ibid hal. 210-211.
[4] Muhammad Abdul Adhim, Manahilul irfan, Daar al-Fikr hal. 185-186.
[5] Op.cit, hal 180
[6]  Mana’ al-qothon. mabahits fii ulumil qur’an. (kairo: maktabah wahbah. Tanpa tahun) hlm 232-233

0 komentar:

Posting Komentar