MAKALAH
NASIKH MANSUKH
Disusun untuk memenuhi tugas :
Mata kuliah :
Ulumul Qur’an
Dosen pengampu :
Nurul Haq Lc, M.Ag.
Disusun oleh :
1. Hasan Basri : 2031112014
2. M. Munshorif : 2031112012
3. M. Fakhri : 2031112022
JURUSAN USHULUDDIN PRODI TAFSIR HADITS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
2013
DAFTAR ISI
BAB I
Al-Quran merupakan sumber pedoman hidup seluruh manusia khususnya
umat Islam. Dalam mempelajari isi Al-Quran kita dihadapkan dengan segala
disiplin ilmu-ilmu penunjang dalam mengkaji ataupun ingin mengetahui keindahan
yang terdapat didalamnya. Ulumul Quran adalah salah satu ilmu penunjang atau
bahkan bisa dikatakan wajib untuk kita pelajari dalam nantinya kita akan
menafsirkan dan mengkaji isi Al-Quran.
Dalam ilmu ini banyak membahas tentang sejarah Al-Quran yaitu
diantaranya pengumpulan dan penyalinan, nuzulul qur’an, membahas asbab an-Nuzul
ayat, munasabah, Mukjizat Al-Quran, Nasikh Mansukh dan lain sebagainya.
Dengan uraian diatas maka kelompok kami ditugaskan untuk sedikit
mempresentasikan dengan tema judul “ NASIKH MANSUKH ”.
Adapun rumusan masalah dalam makalah
ini,antara lain :
1.
Bagaimana pengertian nasikh mansukh dan bedanya dari
takhshish?
2.
Bagaimana syarat-syarat nasakh?
3.
Bagaimana perbedaan pendapat Ulama’ tentang nasakh dalam
Al-Quran?
4.
Bagaimana urgensi mempelajari nasakh dalam mempelajari Al-Quran?
Adapun tujuan penulisan makalah ini,yakni
untuk :
1.
Mengetahui pengertian nasikh mansukh dan bedanya dari
takhshish.
2.
Mengetahui syarat-syarat nasakh.
3.
Mengetahui perbedaan pendapat Ulama’ tentang nasakh dalam
Al-Quran.
4.
Mengetahui urgensi mempelajari nasakh dalm mempelajari Al-Quran.
Ada beberapa metode yang dilakukan dalam
penyusunan makalah ini, diantaranya sebagai berikut :
1.
Metode pustaka
Data yang telah diperoleh dari buku-buku
dan artikel-artikel dari internet yang isinya sesuai dengan tema makalah ini
diolah untuk menjadi susunan makalah yang benar.
2.
Metode diskusi
Melalui data atau bahan yang telah
diperoleh dari beberapa sumber, kemudian diolah dan disusun menjadi sebuah
makalah yang sesuai dengan tema.
BAB II
النسخ
في اللغة
-
يردالنسخ بمعنى الازالة, ومنه قوله:فينسخ الله ما يلقى الشيطان ثم يحكم الله , ايا
ته ( سورة الحج:الاية 52)
-
وبمعنى التبديل, ومنه : واذا بدّلنا اية مكان اية ( سورة النحل:الايه 101
-
وبمعنى التحويل , كتنا سخ المواريث . بمعنى تحويل الميراث من واحد الى واحد.
-
وبمعنى النقل من موضع الى موضع, ومنه: نسخت الكتاب , اذا نقلت ما فيه حاكيا اللفظه
وخطّه.
Nasikh
menurut pandangan etimologi yaitu:
·
Mempunyai arti al-izaalah
(menghilangkan), seperti contoh dalam surat Al-Hajj ayat 52, yang
artinya : “Allah akan menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, kemudian
Allah menguatkan ayat-ayatnya .........”.
·
Mempunyai arti al-tabdiil
(mengganti), seperti contoh dalam surat An-Nahl ayat 101, yang artinya
: “Dan apabila kami meletakkan suatu ayat ditempat ayat yang lain sebagai
penggantinya ........ “.
·
Mempunyai arti at-tahwiil
(merubah), seperti menjadi berubahnya hukum-hukum yang berkenaan dengan
warisan yang berarti berubah atau bisa juga berpindah hukum warisan dari satu
orang kepada yang lainnya.
·
Mempunyai arti
al-naqlu (memindahkan) sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Seperti
contoh : نسخت الكتاب , saya memindahkan kitab, berarti yang dikehendaki disini
adalah meniadakan kitab secara menyeluruh baik itu lafadz-lafadznya maupun
tulisanya.
* وامامرادالنسخ فى الشرع : هورفع الحكم الشرعي بدليل شرعي متاخر
فقوله ( حكم شرعي) يخرج الحكم العقلي, وهو البراءة الاصلية, فان رفعها با بتداء
ايجاب العبادة فى الشرعي بدلّ على خلاف حكم العقل من براءة الذمّة ولا يسمى نسخا ,
وقوله (( بدليل شرعي )) يخرج ما ارتفع من
الاحكام الشرعيّة بالموت ’ فلا يكون نسخا بل هو سقوط تكليف. والدليل الشرعي قد
يشمل السنة فضلا عن الكتاب.
Sedangkan nasikh menurut terminologi
(istilah syara’) adalah : mengangkat, mencabut hukum-hukum syariat dengan
dalil-dalil syariat yang baru.
Yang dimaksud hukmu syar’i disini adalah selain hukum
‘aqli yang mana hukum ‘aqli itu sendiri adalah merupakan al-baraatu al-ashliyah
yaitu sudah terlepas/ terbatas dari keasliannya.
Dan yang dikehendaki dari daliilun syar’iyyun adalah
selain hukum-hukum syariat yang menjadi terhapus karena sebab kematian, seperti
contoh gugurnya beban hukum pada seseorang dikarenakan orang tersebut
meninggal, gila, atau lupa. Maka hal seperti itu tidak dinamakan nasakh. Dan
dalil syar’i didalamnya juga memuat sunnah.
Adapun istilah nasikh dalam masyakat
sering dikaitkan dengan menghilangkan atau menghapus suatu hukum syariah yang
datang terlebih dahulu dengan hukum baru yang datang kemudian. Sedangkan mansukh adalah hukum yang diangkat
atau dihapus.
1- النسخ لايكون الا متاخرا عن المنسخ. والتخصيص يصح اتصاله
بالمخصوص ويصح تراخيه عنه.
2-
الدليل فى النسخ لا يكون الا خطا با. والتخصيص قد يقع بقول وفعل وقياس وغير ذلك.
3-
نسخ الشيئ لا يجوز الابما هو مثله فى القوة اوبما هو اقوى منه فى الرتبة والتخصيص
جا ئز بما هو دون المخصوص فى الرتبة.
4-
النسخ لايكون الا بالكتاب والسنة, بخلا ف التخصيص فانه يكون بهما وبغريهما كدليل
الحس والعقل.
5-
النسخ لايكون الا بدليل متراخ عن المنسوخ, امّا التخصيص فيكون بالسا بق واللاحق
والمقارن.
6-
النسخ لايقع فى الاخبار, بخلا ف التخصيص فانه يكون فى الاخبار وفى غيرها.
a)
Adanya nasikh datang
di akhir setelah mansukh, artinya mansukh terlebih dahulu ada (ayat yang di
nasakh) kemudian baru ayat yang menasakh/ menghapus (hukum).
b) Dalil didalam nasakh itu ada pada suatu
pembicaraan (dalam hal ini tentang hukum) sedangkan takhshish terkadang ada
pada perkataan, perbuatan, qiyas dan lain sebagainya.
c) Didalam menasakh suatu (hukum), perkara
yang dinasakh itu sama-saam kuat atau bahkan lebih kuat dari yang dinasakh
dalam derajat/ tingkatan. Sedangkan takhshish boleh mentakhshish suatu perkara
yang lebih rendah/ derajatnya di bawah perkara yang ditakhshish.
d) Nasakh berlaku pada kitab (Al-Quran)
dan As-Sunnah. Berbeda takhshish selain pada kitab (Al-Quran) dan As-Sunnah
juga bisa pada hal lainnya seperti dalil dengan meyakini dan akal.
e) Adanya nasakh dengan dalil yang jauh
dari mansukhnya. Sedangkan takhshish dengan perkara yang mendahului (sudah ada
sebelumnya), dengan perkara yang datang setelahnya dan atau perkara yang ada
secara berbarengan/ bersamaan.
f) Nasakh tidak ada pada khobar, berita.
Berbeda dengan takhshish bisa pada khobar atau selainnya.
Adapun syarat-syarat nasakh diantaranya :
- ان يكون المنسوخ حكما شرعيا.
-
ان يكون دليل رفع الحكم دليلا شرعيا.
- ان
لا يكون خطاب المرفوء حكمه مقيّدا بوقت معيّا ن
- ان يكون بين ذينك الدليلين تعارض حقيقى.
-
Mansukh (ayat yang dinasakh) berupa hukum syari’at.
-
Dalil yang menghapus hukum merupakan dalil syari’at.
-
Hukum yang dinaskh tidak terikat dengan waktu tertentu.
-
Dua dalil tersebut saling bertentangan secara hakiki.
Ada dua golongan yang berbeda pendapat baik
dari kalangan mutaqadimin maupun muta’akhirin, mengenai nasikh
wal mansukh dalam Al-Qur’an:
1. Golongan
yang membenarkan adanya nasikh wal mansukh dalam al-qur’an yang dipelopori oleh
Asy-Syafi’i. An-Nahhas, As-Suyyuti, dan Asy-Syaukani. Mereka membenarkan
berdasarkan firman Allah:
مَا
نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Ayat mana saja
yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan
yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?” (Qs.
Al-baqoroh 2: 106)
2. Golongan
kedua adalah kelompok ulama yang menyatakan bahwa dalam Al-Qur’an tidak ada
nasikh wal mansukh yang dipelopori oleh Abu Muslim Al-Ashfhani, Al-Fakhrurozi,
dan Syaikh Muhammad Abduh. Menurut Al-Asfihani, tak seorangpun dapat atau
berhak mengubah firman Allah. Kita wajib beriman bahwa diantara Al-qur’an tidak
ada pembatalan (Naskh) karena semua ayat sudah tetap (muhkam) dan wajib
diamalkan.
Adapun orang yahudi yang menolak ajaran islam
dengan dalil tuhan tidak munkin membatalkan ketetapan-ketetapan yang sudah baku
dan termaktub dalam taurat, dibuktikan atas kekeliruannya dalam kitab ibnu
katsir menyatakan bahwa tidak ada alasan yang menunjukan kemustahilan tentang
nasikh wal mansukh atau pembatalan dalam hukum-hukum Allah karena dia
menetapkan hukum sesuai dengan kehendak-Nya dan melakukan apa saja yang diinginkan.
a) Nasikh
atau penghapusan tanpa ganti, seperti perintah dalam bermunajad kepada
Rosulullah SAW.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ãLäêøyf»tR tAqߧ9$# (#qãBÏds)sù tû÷üt/ ôyt óOä31uqøgwU Zps%y|¹ 4 y7Ï9ºs ×öyz ö/ä3©9 ãygôÛr&ur 4 bÎ*sù óO©9 (#rßÅgrB ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊËÈ
12. Hai orang-orang beriman, apabila kamu Mengadakan pembicaraan
khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin)
sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih;
jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) Maka Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Hukum ini dinaskhkan dengan
÷Läêø)xÿô©r&uä br& (#qãBÏds)è? tû÷üt/ ôyt óOä31uqøgwU ;M»s%y|¹ 4 øÎ*sù óOs9 (#qè=yèøÿs? z>$s?ur ª!$# öNä3øn=tæ (#qßJÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèÏÛr&ur ©!$# ¼ã&s!qßuur 4 ª!$#ur 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÌÈ
13. Apakah kamu takut akan
(menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum Mengadakan pembicaraan
dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat
kepadamu Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
b) Penghapusan dengan memberikan ganti yang lebih
baik, seperti diperbolehkannya bersetubuh dimalam bulan ramadhan
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã úïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ
183. Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Dinaskhkan dengan ayat
¨@Ïmé& öNà6s9 s's#øs9 ÏQ$uÅ_Á9$# ß]sù§9$# 4n<Î) öNä3ͬ!$|¡ÎS 4 £`èd Ó¨$t6Ï9 öNä3©9 öNçFRr&ur Ó¨$t6Ï9 £`ßg©9 3 zNÎ=tæ ª!$# öNà6¯Rr& óOçGYä. cqçR$tFørB öNà6|¡àÿRr& z>$tGsù öNä3øn=tæ $xÿtãur öNä3Ytã ( z`»t«ø9$$sù £`èdrçų»t/ (#qäótFö/$#ur $tB |=tF2 ª!$# öNä3s9 4 (#qè=ä.ur (#qç/uõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKt ãNä3s9 äÝøsø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsø:$# ÏuqóF{$# z`ÏB Ìôfxÿø9$# ( ¢OèO (#qJÏ?r& tP$uÅ_Á9$# n<Î) È@ø©9$# 4 wur Æèdrçų»t7è? óOçFRr&ur tbqàÿÅ3»tã Îû ÏÉf»|¡yJø9$# 3 y7ù=Ï? ßrßãn «!$# xsù $ydqç/tø)s? 3 y7Ï9ºxx. ÚúÎiüt6ã ª!$# ¾ÏmÏG»t#uä Ĩ$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 cqà)Gt ÇÊÑÐÈ
187. Dihalalkan bagi kamu
pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah
pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu
dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa
yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertakwa.
c) Penghapusan
dengan ganti yang sama, seperti penghapusan arah kiblat dari masjidil aqsha ke
ka’bah masjidil haram
ôs% 3ttR |==s)s? y7Îgô_ur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ( y7¨YuÏj9uqãYn=sù \'s#ö7Ï% $yg9|Êös? 4 ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# 4 ß]øymur $tB óOçFZä. (#q9uqsù öNä3ydqã_ãr ¼çntôÜx© 3 ¨bÎ)ur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# tbqßJn=÷èus9 çm¯Rr& ,ysø9$# `ÏB öNÎgÎn/§ 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷èt ÇÊÍÍÈ
144. sungguh Kami (sering)
melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke
kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana
saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui,
bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
d) Penghapusan
dengan ganti yang lebih berat, seperti hukum rajam bagi pezina laki-laki dan
perempuan sebagai ganti hukuman penahanan di rumah.
ÓÉL»©9$#ur úüÏ?ù't spt±Ås»xÿø9$# `ÏB öNà6ͬ!$|¡ÎpS (#rßÎhô±tFó$$sù £`Îgøn=tã Zpyèt/ör& öNà6ZÏiB ( bÎ*sù (#rßÍky Æèdqä3Å¡øBr'sù Îû ÏNqãç6ø9$# 4Ó®Lym £`ßg8©ùuqtFt ßNöqyJø9$# ÷rr& @yèøgs ª!$# £`çlm; WxÎ6y ÇÊÎÈ
15. dan (terhadap) Para
wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi
diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi
persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka
menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.
Dinaskhkan dengan ayat
èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( wur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u Îû ÈûïÏ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# ( ôpkô¶uø9ur $yJåku5#xtã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ
2. perempuan yang berzina
dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari
akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman.
Adapun urgensi dlam ilmu ini yaitu :
a. Mengetahui Ilmu Nasikh
Mansukh adalah tertmasuk kewajiban yang penting bagi orang-orang
yang memperdalam ilmu-ilmu syari’at. Karena seorang pembahas syari’at tidak
akan dapat memetik hukum dari dalil-dalil naskh (hadits), tanpa mengetahui
dalil-dalil nash yang sudah di nasakh dan dalil-dalil yang menasakhnya.
b. Memahami
khitob hadits menurut arti yang tersurat adalah mudah dan tidak banyak
mengorbankan waktu. Akan tetapi yang menimbulkan kesukaran adalah
mengistimbatkan hukum dari dalil-dalil nash (hadits) yang tidak jelas
penunjukanya. Diantara jalan untuk mentahqiq (mempositipkan) ketersembunyian
arti yang tidak tersurat ialah dengan mengetahui mana hadits yang terdahulu dan
mana pula hadits yang terkemudian dan lain sebagainya dari segi makna.
Ilmu nasikh mansukh ini bermanfaat
untuk pengamalan hadits, Apabila ada dua hadits maqbul (Diterima) yang tanaaqud (bertentangan)
yang tidak dapat dikompromikan atau dijama" (di kumpulkan). Apabila dapat
di kompromikan,hanya sampai pada tingkat Mukhtalif Al-hadits,maka kedua hadits
tersebut dapat diamalkan. Namun jika tidak bisa dijama" (Di kompromikan),
maka hadits maqbul yang tanaaqud tadi di nasakh.
BAB III
Nasikh
dalam masyakat sering dikaitkan dengan menghilangkan atau menghapus suatu hukum
syariah yang datang terlebih dahulu dengan hukum baru yang datang
kemudian. Sedangkan mansukh adalah hukum
yang diangkat atau dihapus.
Adapun
syarat untuk menasikhkan adalah :
-
Mansukh (ayat yang dinasakh) berupa hukum syari’at.
-
Dalil yang menghapus hukum merupakan dalil syari’at.
-
Hukum yang dinaskh tidak terikat dengan waktu tertentu.
-
Dua dalil tersebut saling bertentangan secara hakiki.
Dalam masalah nasikh dan mansukh ulama memiliki pebedaan pendapat
dari Golongan yang membenarkan dipelopori oleh Asy-Syafi’i. An-Nahhas,
As-Suyyuti, dan Asy-Syaukani. Golongan yang menentang dipelopori oleh Abu
Muslim Al-Ashfhani, Al-Fakhrurozi, dan Syaikh Muhammad Abduh.
Macam-macam nasikh memiliki maksud penghapusan tanpa ada ganti,
diganti dengan yang lebih baik, diganti dengan perkara yang sebanding, dan
diganti dengan hal yang lebih berat.
Dan pentingnya mempelajari nasikh wal mansukh yaitu untuk
memperdalam kajian keilmuan syariat, mengistimbatkan
hukum dari dalil-dalil nash (hadits) yang tidak jelas penunjukanya dirubah ke
dalam hukum yang sebenarnya.
Anwar,
Rosihon. 2012. Ulum Al-Qur’an. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Jazairi,
Syech Tohir Al. t.t. At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an. Beirut: Daar Mahrusah.
Qothon, Manna’
Al. t.t. Manbahits Fi Ulumil Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah.
Syafi’i,
Djalaludin As-Suyuthi Al. t.t. Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an. Kairo:
Muassasah As-saqafiyah.
Zarqoni,
Muhammad Abdul Adhim. t.t. Manahilul Irfan. Beirut: Daar al-Fikr.